Saturday, July 7, 2012



Wajahku pucat ketika engkau mengatakan ingin bertentangga dengan nerakanya, mencicipi betapa gersangnya tungku yang Maha, bukan semerbak taman sewangi kenanga, menjadikan seluruh persendianku merenggang, ngilu.. rasanya.

Hai kamu, tidak kah bosan!? Menjadikan hari beban timbangan kirimu, atau paling tidak malu, karna makhluq dikananmu nganggur.

Dilain pihak, seseorang menghentak-hentak, bertepuk-tepuk, berteriak-teriak agar mendapat perhatianmu, mintanya hanya satu, perhatian (terhadap diri) mu.

Ia hanya bisa terseguk-seguk menahan tangis yang sudah sering teranjur terlinang, duduk dipojok sana, sambil melipat lutut dan menyandarkan tangan yang tertelungkup malunya wajah. Ya, bukan hanya wajah dzohirnya, namun wajah dhomirnya.

Congkaknya dagumu, besarnya kepalamu, lebarnya kupingmu, tebalnya bibirmu, jelalatannya matamu, liarnya nafsumu dan luas benar tolak pinggangmu. Sudikah kamu menanam tapi darah telapakmu yang kau tuai!!. Sudikah kamu, letih dan kapal kakimu, tapi kebaikan yang kau cerai!?.

Benturan teguran demi teguran, baru terasa kalau terbentur sungguhan. Sukuriiiiiin...

Marilah kemari hei, hei, hei, hei kawan
Akulah disini, hei, hei, hei, hei kasih
Mari bergembira, bersama-sama
Hilangkan hati, duka lara

Dia riang bernostalgia tentang alam fana, saat engkau mandi timah bersamanya.

Wahai engkau yang Maha, andai berkenan terima aku kelak dengan raut senyummu, walau keruhnya hatiku, Cuma itu harapku. Ridhoi Aku.

Depok, 29.11.11. tue 02 AM

Cinta



Cinta bukan satu-satunya alasan
Karna ia fana, merona jika disapa
Mengeruh jika dipuja
Yang absolut Cuma “karna”

Ia hanya Lembaran usang, namun seusang apapun lembaran, ia tetap bagian dari setiap halaman. Dan akhirnya... Selamat dan terimakasih.

Sat 03 dec 2011 02:46 AM